Sabtu, 23 Maret 2013

Hey gimana kabar sobat pendiam semuanya!! pasti masih pada semangat dan optimis bukan, siang ini aku pengen posting sebuah artikel cerpen karya dari sobat KAP yang namanya Far FarAnggi nih. Cerpen ini ditujukan kepada salah seorang member KAP yang bernama Bayu Andhika. oke daripada penasaran langsung aja deh kalo gitu cekidot..


Senja tiba begitu perlahan, semburat mega kuning menghiasi langit dan awan terlihat begitu lembut. Keindahan akhir hari ini di tangkap dengan cermat oleh sepasang mata sipit yang menatapi langit dari balik jendela, seolah pandangannyalah yang menyapu sinar matahari hingga berganti gelap dan muncul satu persatu bintang dari balik awan.
            Hmmm… dia mendesah mengingat kejadian buruk hari ini di sekolah, rasanya tidak adil teman-teman sebayanya begitu menikmati masa sekolah, sedangkan dirinya hanya bergulat dengan penderitaan yang di alami hanya karena dia seorang introvert. Ketika jam istirahat tiba teman-teman menyambutnya dengan gembira, sedangkan dia sangat membencinya. Yang bisa dia lakukan hanya duduk di pojok kelas, di bangkunya yang terletak paling belakang. Berdiam diri hingga waktu istirahat usai. Atau sembunyi di bawah meja bangkunya, menyembunyikan bahwa dirinya ada. Atau sebenarnya tidak perlu, karena dia pun sudah dianggap tidak pernah ada.
            Ya. Dia cuma angin semilir yang tak pernah di lihat, adapun yang sudi melihatnya, mereka hanya akan memandang dia sebelah mata. Pada akhirnya dia memang bukan siapa-siapa. Dia bahkan tidak punya teman untuk berbagi. Satu-satunya tempat yang membuat dia nyaman hanyalah dunia maya. Sebuah akun facebook dan dia lumayan eksis di dalamnya, berbanding terbalik dengan dunia nyata. Di sana dia diam-diam dia juga sering melakukan hal yang memang hanya bisa dia lakukan di dunia maya.
            Sembari tetap menatap langit yang mulai gelap, dia mengingat lagi kejadian menegangkan yang tadi terjadi di sekolah. Tadi dia berpapasan dengan- dia mulai meremas bantal yang di dekapnya erat. Ingin sekali tadi dia menyapanya, tapi jangankan menyapa. Bertemu pandang saja dia sudah malu setengah mati. Yang dia lakukan hanya bisa buang muka.
            Hmmm… dia kembali mendesah kemudian meraih ponselnya dan mulai menyusuri dunia maya. Dia buka satu persatu pemberitahuan yang menggantung di berandanya. ‘Far FarAngi, Baharudin Arif Fajar dan 2 orang lainnya mengomentari kiriman anda di KAP (Komunitas Anak Pendiam) sekitar dua menit lalu.’ Dia hanya membukanya sekilas kemudian kembali keberanda dan mengetik nama sebuah akun di kolom pencarian. ‘Princess Soraya’. Hasil di temukan, kemudian dia mulai menyusuri kronologi dari akun tersebut. Tidak ada konfirmasi darinya. Padahal terhitung sudah dua minggu yang lalu dia menambahkan ‘Princess Soraya’ sebagai teman. Namun sepertinya si pemilik akun tidak menggubrisnya.
            Dengan tatapan mata sendu dia memandangi foto profil ‘Princess Soraya’. “Seandainya kau tahu perasaanku.” Bisiknya.
            Sudah lama dia memendam perasaan terhadap si pemilik akun yang juga adalah teman sekelasnya. Namun apalah daya, dia cuma seorang introvert, jangankan mengutarakan perasaan, mendekatinya saja dia tidak punya keberanian.
            “Bagas.” Dulu sang gadis sering memanggil namanya, tapi dia bersikap seolah tak peduli padahal dia malu sekali untuk balik menyapanya.
            “Berikan dia coklat!” saran Hadi masih terngiang di benaknya. Coklat? Tapi dia tidak yakin soal coklat, karena gadis itu bukan tipe yang menyukai hal-hal manis seperti coklat ataupun boneka.
            “Coba saja dekati dia yang sedang duduk sendiri. Ajak dia ngobrol dan berusahalah menjadi akbrab. Sesudah akbrab kamu bisa dengan mudah tahu dunianya dan masuk dalam hidupnya.” Satu lagi saran dari Anggi. Tapi bagaimana mau mendekatinya, dia sendiri amat pemalu dan sama sekali tidak yakin apakah dia bisa melakukan itu semua.
            Perlahan dia mulai merebahkan tubuhnya, kedua tangannya mendekap erat dadanya, hingga perlahan namun pasti dia mulai memejamkan mata. Hah… hari yang melelahkan.
                                                                        ***

            Hari yang biasa dia lewati, tidak ada yang istimewa baginya. Seperti ini terus setiap hari. Berjalan membungkuk hingga nyaris tak dapat menampakkan wajahnya, berjalan seperti angin yang berhembus tanpa di anggap. Dia berjalan terus menyusuri koridor lalu menaiki tangga hingga tiba di lantai tiga kemudian masuk ke dalam kelasnya dan menuju bangku yang berada di barisan paling belakang. Dengan enggan perlahan dia menaruh tasnya di laci bangkunya, namun tiba-tiba terkejut tatkala menemukan secarik kertas. Sampah. Pikirnya.
            Dengan kedua tangannya dia meremas kertas tersebut dan melemparnya jauh, tak peduli dimana dia membuang sampah sebarangan atau tidak, lagipula kelas ini amat berantakan, para ekstrovert itu pemalas. Mereka hobi ngegosip tapi malas untuk piket. Gerutunya dalam hati.
            Jam pertama adalah olahraga, pasti bermain basket lagi. Dia paling benci pelajaran olahraga apalagi bermain basket. Karena nanti dia pasti cuma jadi patung atau setrika yang lari sana sini tanpa dapat operan bola sekalipun dia sudah meminta. Itu sebabnya, walaupun dia sudah mengganti seragam dengan kaos olahraga kali ini dia lebih memilih tidur ke dalam kelas saja.
            Samar-samar riuh suara dari lapangan basket yang terletak tepat di bawah kelasnya, dari jendela dia dapat melihat teman-temannya tampak bergembira. Sedangkan dia cuma berdiam diri disini, membenamkan wajahnya pada kedua tangan yang menopang dia meja. Dia benci sekali hari ini.
            Tiba-tiba dia melihat secarik kertas yang tadi dia remukkan dan dia lipat-lipat menjadi bentuk bulat, menggelinding di bawah kakinya. Perlahan dia mengulurkan tangan kanannya dan meraihnya, di bukanya kertas itu. Dan betapa terkejutnya ketika dia membaca isi surat itu.
            Dia lantas berlari dengan cepat menuruni anak tangga menuju belakang sekolah, sebuah koridor kosong yang tak berpenghuni dan menjadi tempat bersemayamnya bangku-bangku tua yang tak terpakai lagi. Dia kemudian berhenti, dengan napas tersenggal-senggal dia melihat seorang gadis berdiri di depannya, tampak sudah menunggunya sedari tadi. Dia menyesal kenapa baru membaca isi kertas itu sekarang.
            Gadis itu tersenyum, gadis yang selama ini cuma bisa dia pandangi diam-diam, gadis yang cuma dapat dia perhatikan lewat profil akun facebooknya, gadis yang tidak mengkonfirmasi pertemanannya. Hatinya berdebar, tak tahu harus berkata apa.
            “Bagas.” Gadis itu memanggil namanya dengan lembut, “Bagas.” panggilnya lagi. Dia masih berdiri kaku tak percaya. “Bagas.” Gadis itu memanggilnya lagi dengan suara yang lebih tinggi. “Bagas.” Suaranya makin meninggi. “BAGAS.”

            Tiba-tiba dia terkejut dan baru menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 05.30WIB, ketika dia meraih jam wakernya yang tak berhenti bordering. Kemudian dia bangkit diiringi celoteh yang sedari tadi tak berhenti. Dia benci hari pagi ini.

0 komentar:

Tentang KAP

Selamat datang di keluarga kecil Komunitas Anak Pendiam!

Komunitas Anak Pendiam atau sering disingkat dengan KAP. Merupakan sebuah komunitas yang diisi oleh anak-anak pendiam dari seluruh penjuru Indonesia. Kami berharap komunitas ini bisa menjadi tempat bertukar cerita, bertukar pikiran, dan pengalaman dalam menjalani hidup sebagai pendiam.

Paling Banyak Dibaca